Selasa, 10 Mei 2016

SEJARAH KAMPUNG MOJOPAHIT


            Kampung Mojopahit dibuka pada tahun 1956, tepatnya pada hari Jum’at pahing tanggal 27 April 1956 oleh jawatan transmigrasi.
Sebelum ditetapkannya nama kampung tersebut terkenal dengan sebutan blok 14.
            Mojopahit yang mempunyai luas 368 ha yang berbatasan dengan :

-          Sebelah barat berbatasan dengan Way Punggur
-          Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Gunung Sugih
-          Sebelah timur berbatasan dengan Kampung Astomulyo
-          Sebelah selatan berbatasan dengan Kampung Ngestirahayu

Para Transmigran yang didatangkan dari pulau jawa antara lain :

-  Jombang Jawa timur                        sebanyak         : 23 KK
-  Bandung Jawa barat                        sebanyak         : 27 KK
-  Yogyakarta (DIY)                           sebanyak         : 30 KK
-  Semarang Jawa tengah                    sebanyak         : 25 KK
-  Banyumas Jawa tengah                   sebanyak         : 20 KK
-  Pekalongan Jawa tengah                  sebanyak         : 25 KK

Adat istiadat masih mengikat, dimana penduduk masih mempertahankan pembawaan kebiasaan masing-masing.
            Sebelum ditetapkannya nama kampung tersebut wakil dari rayon mengadakan musyawarah dan saling mengajukan pendapat calon nama kampung, dan ternyata nama MOJOPAHIT menjadi kesepakatan, sekaligus memilih kepala kampung yaitu Bapak Adiwangsa yang dibantu oleh beberapa perangkat kampung.

PEMERINTAHAN ADIWANGSA ( 1956-1964)

Sistem pemerintahan pada waktu itu masih sangat sederhana, hubungan pemerintahan kecamatan yang berjarak 10 km sangat sulit,transportasi hanya menggunakan sepeda terpedo milik kepala desa, jadi belum ada kendaraan motor apalagi mobil.

Perekonomian :
Ekonomi masyarakat pada waktu itu masih baik, kecuali masih menerima jatah pangan dari pemerintah, tanam tumbuhpun masih subur.

Sosial :
Sarana pendidikan belum ada, hanya inisiatif WA.Kadir yang merintis mengumpulkan anak-anak wajib belajar untuk dididik menurut kemampuan yang ada, alat tulis yang sangat sederhana dan ditempatkan dirumah penduduk.
Derajat kesehatan masih rendah dimana Balai pengobatan yang jaraknya 10 km menjadikan masyarakat penderita sakit enggan berobat ke balai pengobatan, mereka memilih berobat ke dukun.
Penyakit yang menjangkit pada waktu itu adalah malaria dan penyalit kulit.
Peribadatan pada waktu itu masih ada beberapa surau kecil yang sangat sederhana.

Kebudayaan :
Kebudayaan dimasa itu hanya ada kesenian ludruk (versi Jawa timur), serta pencak silat dari Jawa barat.

Pertahanan keamanan :
Keamanan stabil, hal ini menunjukkan bahwa daerah surplus keamanan akan terjamin, namun demkian satuan PKD juga telah terbentuk dan perondaan berjalan dengan baik.

Puncak kejayaan:
Pada waktu itu pemerintahan Adiwangsa dalam pertengahan tahun1962 dengan gotong royong membangun SD darurat, yang dikelola guru honorer.
Adiwangsa menjabat sebagai kepala desa hingga tahun 1964 yang digantikan oleh Kartadiwangsa.

PEMERINTAHAN KARTADIWANGSA : (1964-1968)
Pada waktu pemerintahan Kartadiwangsa, politik sudah bermunculan saling pamer program, adat istiadat mulai tidak mengikat, penduduk mulai bertambah, baik pendatang maupun kelahiran.
Hubungan pemerintah Kecamatan mulai lancar walau ditempuh dengan sepeda, namun sudah banyak. Media elektronika mulai ada.

Perekonomian
Ekonomi masyarakat mulai menurun, akibat kurang perhitungan serta ilmu pengetahuan petani cara mengelola lahan tanah mulai gersang namun berkat adanya investor yang mendirikan pabrik tepung tapioka maka kehidupan petani dapat tertolong.

Sosial
Pemerintahan Kartadiwangsa dengan kekuatan swadaya murni masyarakat membangun SD semi permanen tiga lokal dan seorang guru negeri dibantu guru honorer. Karena membludaknya anak usia sekolah, maka bersama pemuka masyarakat mendirikan Madrasah Ibtidaiyah.
Derajat kesehatan mulai meningkat dimana Pusat Kesehatan berpindah bersama dengan kepindahan Ibukota Kecamatan Punggur ke Tanggulangin Rumah ibadah bertambah menjadi tiga buah dan dapat digunakan untuk sholat Jamaah.

Budaya

Disamping kesenian yang ada, juga mulai tumbuhnya kesenian lain yaitu Orkes Keroncong, Jaran Kepang, ketoprak dan rodad.

Pertahanan dan Keamanan

Survey telah membuktikan, dimana ekonomi masyarakat menurun, keamananpun menurun pula, namun hal ini dapat terkendali berkat satuan keamanan hansip dan perondaan.

Puncak kejayaan

Pada waktu itu dengan kekuatan swadaya murni natura singkong dan bata membangun sebuah masjid, serta memecah dusun menjadi 4.
Kartadiwangsa memerintah hingga tahun 1964, karena pergolakan Politik adanya PNI ASU. Kemudian digantikan oleh Akhmad Kusen.

PEMERINTAHAN AKHMAD KUSEN (1968-1972)

Pada masa Pemerintahan Akhmad Kusen, pepatah mengatakan lain koki lain masakan. Pada waktu itu pertama kali Pemerintah memberikan Subsidi untuk merangsang pembangunan di Kampung yang dipadukan dengan swadaya masyarakat untuk membangun gorong-gorong.
Pada waktu itu menghadapi Pemilu yang pertama dijaman Orde Baru. Namun nasib tak dapat dihindari, Akhmad Kusen memerintah tidak lama karena mendapat permasalahan, yang kemudian di jabat sementara oleh Sekretaris Kampung yaitu Wiyono Abdul Kadir.
Pada waktu dijabat oleh W.A.Kadir masyarakat menerima bantuan pangan yang lebih dikenal WFP, berupa bulgur, terigu,dan lain-lain, dan W.A.Kadir menjabat sampai dengan tahun 1972, digantikan oleh Kartadiwangsa.

PEMERINTAHAN KARTADIWANGSA II (1972-1979)
Pemerintahan Kartadiwangsa II mengalami kemajuan yang pesat dimana Politik stabil, setelah diadakan Pemilu yang pertama. Ditahun itu juga dibentuk suatu lembaga kemasyarakatan yaitu LSD.

Perekonomian

Sistem perekonomian mengalami kemajuan sebagaimana tersebut diatas dibarengi dengan adanya Bimas Polowijo. Penyuluhan berjalan, baik dari Satpel Bimas kecamatan maupun khusus dari dinas pertanian, serta diadakannya cekplot, denplot (percontohan). Kemudian disusul tidak kalah pentingnya dengan diberikannya gaduhan sapi dan CESS(BPSD) kurang lebih tahun 1974.

Tahun 1975 kunjungan kerja Gubernur Lampung yang memberikan bantuan satu unit Huller besi.

 

Sosial

Nasib memang tidak bisa dipungkiri, Gedung SD yang tadinya dibangun semi permanen ketemu lagi yang kemudian dibuat permanen. Selanjutnya Pemerintah yang dikenal dengan Inpres mendirikan bangunan SD. Balai Kampungpun dibangun beberapa tahap, mengingat masyarakat yang berpenghasilan rendah.

Sarana peribadatan bertambah, walaupun hanya berbentuk semi permanen. Derajat kesehatanpun meningkat.

 

Budaya

Kesenian hidup kembali, dimana beberapa tahun diam tidak ada yang bergerak. Disamping itu Kartadiwangsa adalah seorang yang berjiwa seni terutama kesenian Jawa.

 

Pertahanan dan Keamanan

Keamanan terkendali berkat adanya satuan Hansip Wanra serta perondaan.

 

Puncak kejayaan

Dimana Pemerintahan Kartadiwangsa II, berkat aktifnya LSD yang telah dibentuk menjadikan LSD Kampung Mojopahit dijadikan LSD PERCONTOHAN =,sebagaimana dibina terus oleh Dinas Instansi, namun juga tidak ada henti-hentinya dikunjungi LSD dilain tempat. Dusun dipecah menjadi 5.

Kartadiwangsa memerintah yang kedua kalinya hanya sampai tahun 1979 dan digantikan oleh Jikun Hs.

 

PEMERINTAHAN JIKUN Hs (1979-1988)

Jikun Hs memerintah ibarat gayung bersambut. Mengapa demikian? karena sebelum menjabat Kepala Kampung sudah berkecimpung di kepamongan serta menjabat sebagai ketua LSD.

Keadaan Politik pada waktu itu stabil, Lembaga Musyawarah Desa aktif dan difungsikan, LSD menjelma menjadi LKMD.

 

Perekonomian

Ekonomi masyarakat mengalami perubahan yang pesat, dimana dari olah tanah darat menjadi olah tanah sawah, dan menggunakan sarana produksi lengkap sebagaimana penyuluhan berjalan terus.

Jikun Hs bekerja sama pihak ketiga merubah sistem giling Heller dari Huller besi ke Huller setake (sistim satu kali giling).

Pada waktu Pemerintahan Jikun Hs sering diadakan perlombaan-perlombaan seperti : lomba tanam singkong kawinan, lomba giling terbanyak, serta lomba dusun terbaik. Gaduhan sapi berkembang baik.

 

Sosial

Sarana pendidikan sudah lengkap, ditambah mendirikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama PGRI yang tempatnya dititipkan di Balai Kampung. Serta mendirikan TK Pertiwi dan dibangunnya 3 lokal gedung PKK.

Derajat kesehatan meningkat, dimana pada tahun 1984 didirikannya Puskesmas Pembantu. Dalam pembangunan Puskesmas tersebut Kampung menyediakan lokasi, pengisian mebuleir serta biaya peresmiannya.

Sarana peribadatan bertambah dan perubahan dari bangunan semi permanen menjadi permanen dengan kekuatan swadaya murni masyarakat. Disamping itu juga merehabilitasi Masjid Agung besar-besaran.

 

Budaya

Kesenian tetap seperti pada zaman pemerintahan Kartadiwangsa. Budaya-budaya yang bersifat pemborosan juga berkurang seperti, bila ada kematian sebelumnya pada masak-memasak, setelah di berikan penyuluhan sekarang tidak ada.

Budaya menjemur pakaian dipagar juga tidak ada. Budaya menyumbang orang khajatan menggunakan natura beras juga tidak ada.

 

Pertahanan Keamanan

Keamanan terkendali, satuan Hansip perondaan aktif serta ditempatkannya Babinsa dan Binmas.

 

Puncak kejayaan

Dimasa pemerintahan Jikun Hs, PKK sangat aktif dimana hasil kegiatan dapat dirasakan sampai sekarang seperti jimpitan beras, arisan, dan lain-lain. Program KBpun berhasil 

Ditahun 1986 ikut lomba Desa tingkat Kabupaten mendapatkan juara 2. serta kunjungan Bupati Lampung Tengah dalam rangka meresmikan Hold Dring Ground (kandang sapi) dan penyerahan kridit pada sektor peternakan. Penyelenggaraan HUT Desa ke 30 sukses, pemberian nama jalan kampung versi kerajaan Mojopahit. Ditahun itu juga listrik masuk desa.
Jikun Hs memerintah sampai tahun 1988 kemudian digantikan oleh M.Sudopo.


PEMERINTAHAN M. SUDOPO (1988-1997)
Sistim pemerintahan M. Sudopo lancar sebab kendaraan umum, dan pribadi sudah banyak. Hubungan dengan pemerintahan Kecamatanpun sangat mudah.

Politik
Keadaan politik stabil, LMD berjalan dan diadakan reorganisasi.

Perekonomian
Ekonomi masyarakat rendah akibat dari pertambahan penduduk sedangkan areal persawahan tetap. Hal ini masyarakat banyak yang bekerja pada perindustrian ataupun pekerja kasar untuk menambah penghasilan keluarga. Huller dipindah tempat.
Penggemukan sapi bekerja sama dengan PT. GGLC.

Sosial
Keadaan pendidikan dari TK s/d SMP lancar. SMP PGRI menempati tanah sendiri, yang kemudian kampung menyediakan tanah untuk pembangunan SMP Negeri. Sudah banyak lulusan perguruan tinggi. Tempat peribadatan lengkap, derajat kesehatan masyarakat baik.

Budaya
Dimasa itu kesenian bertambah yaitu Sholawatan ada tiga macam, yaitu: Sholawatan versi janen-janen, Sholawatan versi yogyakarta dan Sholawatan versi Prembun.

Pertahanan Keamanan

Keamanan stabil, satuan Hansip perondaan berjalan dengan baik.

Puncak kejayaan

Pada pemerintahan M. Sudopo berhasil mengeraskan jalan kampung, dan membongkar Balai Desa, menempati Balai pertemuan PKK.
M. Sudopo memerintah sampai tahun 1997 dan sebagai Pjs adalah Sumino. Pada pemerintahan yang dijabat sementara oleh Sumino, cara menjalankan roda pemerintahan sering mengadakan musyawarah dengan pamongnya. Sifat karakteristik beliau to the point, tidak bertele-tele.

PEMERINTAHAN SUMINO (1997-2000)
Sumino menjabat kurang lebih tiga tahun, bersamaan dibangunnya Gedung SLTP Negeri, merenovasi Lumbung Desa menjadi gedung TK, serta jalan kampung sepanjang 200 meter, meresmikan kesenian campur sari.
Pemerintahan berakhir kemudian digantikan oleh Misman.



PEMERINTAHAN MISMAN (2001)
Pada pemerintahan Misman banyak mengalami perubahan/pergantian dimana yang dikenal dengan zaman reformasi. Para perangkat Kampung diganti yang muda dan berpendidikan minimal SMP.
Misman memerintah lebih banyak belajar, namun tidak ada hambatan yang berarti.

Politik
Keadaan politik stabil, pelaksaan Pemilu, Pilpres, dan Pilbup berjalan aman dan lancar. LMD berubah menjadi DPK lewat pemilihan langsung, aktif dan difungsikan.
LKMD berubah menjadi LPMK aktif dan difungsikan.
Program utama yang dilaksanakan oleh Misman adalah pelebaran jalan kampung, penerangan jalan, pengerasan jalan dan Telah dilaksanakan.
Nasib memang tidak dapat dihindari. Misman baru beberapa bulan memerintah diuji suatu masalah, yaitu dihadapkan suatu kasus sengketa tanah yang ditempati Huller milik kampung, namun berkat dukungan masyarakat serta data yang otentik, tanah dapat kembali menjadi milik kampung. Sebagai catatan bahwa utuk mengurus masalah tersebut memerlukan tenaga dan dana yang tidak sedikit.

Puncak kejayaan

Jika dilihat dari kejayaan, pemerintahan Misman belum tampak, namun hal-hal yang disampaikan diatas adalah benar-benar terjadi hal ini sebagai tolok ukur, seandainya kampung Mojopahit tidak dihadapkan sengketa tanah, kemungkinan dari dana yang digunakan dapat dialihkan kepada keperluan keperluan kampung.
Di tahun 2006 tepatnya hari sabtu wage tanggal 11 februari (12 Suro 1427 H), bersamaan dengan Bersih Kampung juga memperingati Hari Ulang Tahun emas (50 tahun) berdirinya kampung Mojopahit dengan mengundang sesepuh pendiri Kampung.

Disela-sela peringatan tersebut Pemerintahan Kampung memberikan nama-nama jalan Kampung versi mantan pejuang Kampung Mojopahit seperti :
1.        Jalan Brawijaya sepanjang jalan raya (1,37 km)
2.        Jalan Kyai Suhanda samping Mujio menuju dusun Sidodadi
3.        Jalan Kyai Adang samping Samijan sampai depan Sena
4.        Jalan Adiwangsa samping Ukar sampai dengan Samsu dusun III
5.        Jalan Mangunsuwito samping Drs Haryanto s/d Sidodadi
6.        Jalan Bukhori Muslim dari samping Hi.Mustakrip s/d Saluran BC IX
7.        Jalan Gajah Mada samping Rohmadi s/d Samin dusun III
8.        Jalan Slamet Wibiyono dari samping Hi.Sutoyo s/d Wasjud dusun III
9.        Jalan Kyai Katiman dari samping Sunarno s/d makam
10.    Jalan Kartadiwangsa dari depan Kardianto  s/d Samin dusun III
11.    Jalan Mansur Abdullah dari samping Darsono s/d Sastro
12.    Jalan Sersan Sastrowiyoto dari samping Masjid s/d Bahrudin
13.    Jalan Wongsowikarto dari samping Karda hingga jalan belakang
14.    Jalan Sersan Samad dari samping Tukijo s/d Somorejo

Dan menetapkan orang yang meninggal pertama kali adalah Ny. Painah/Katiman, (Yang dijuluki dengan mbah bedah bumi).

Sebagai catatan bahwa, kalau sejarah Kerajaan Mojopahit dijaman raja Hayam Wuruk rakyat berdampingan dengan damai. Hal ini diungkapkan oleh Empu Tantular dalam kitap SOTASOMA yang kemudian dikenal dengan nama BHINEKA TUNGGAL IKA.
Namun dijaman pemerintahan Misman di kampung Mojopahit ada salah seorang petani yang tidak mau disebut namanya telah membuat buku yang berjudul : MOJOPAHIT JRONING TEMBANG. Yang berisikan berdirinya kampung Mojopahit serta kegiatannya, dan kata-kata mutiara :             MANUSIA TANPA CITA-CITA ADALAH MATI
                        MANUSIA TANPA USAHA ADALAH MIMPI “
Perlu diketahui bahwa pada saat sejarah ini ditulis jumlah jiwa Mojopahit menjadi 3206 jiwa sedangkan waktu dibukanya hanya 608 jiwa. Jadi rata-rata pertumbuhan penduduk Kampung Mojopahit pertahun = 52 jiwa. Dengan kepadatan penduduk 1008 per Km2.

Sekian dan demikian Sejarah singkat Kampung Mojopahit, mohon kiranya masyarakat dapat betul-betul mempelajari lebih dalam jangan asal manut grubyug ora ngerti rembug, hanya berpendapat sepintas.
Akhirnya marilah kita berdo’a semoga Tuhan Yang Maha Esa mengabulkan permohonan masyarakat Kampung Mojopahit agar aman, damai sejahtera, tukul kang sarwo tinandur, murah kang sarwo tinuku, tinebihna saking rubeda, Rarasing rasa wiwasaning praja.

MOJOPAHIT,    MEI 2016


Ttd



    Penyusun